
Badan Amnesti Internasional selaku otoritas internasional pembela hak asasi manusia paling berpengaruh menyebut teknik penyiksaan waterboarding sebagai bentuk nyata penyiksaan. Ironisnya, Bush dalam buku memoarnya itu juga mengakui bahwa dirinyalah yang memerintahkan langsung kepada Badan Intelijen AS (CIA) untuk menerapkan teknik penyiksaan waterboarding kepada para tersangka teroris. Padahal sejak jauh sebelumnya AS telah meratifikasi konvensi internasional yang melarang penyiksaan terhadap para tahanan. Karena itu, pemerintah AS semestinya berkewajiban untuk menyeret Bush ke pengadilan lantaran telah mengeluarkan perintah penyiksaan.
Tentu saja, aksi kejahatan Bush itu tidak hanya terbatas pada isu tersebut. Mantan presiden dari kalangan neokons itu juga telah menghalalkan dilancarkannya perang terhadap sebuah negara berdaulat yang mengakibatkan minimal satu juta orang tewas dan lebih dari empat juta lainnya terpaksa mengungsi. Perang yang dilandasi oleh kebohongan dan informasi palsu itu telah meluluhlantakkan infrastruktur dan fasilitas publik Irak dan menyeret negeri kaya minyak itu menuju perang saudara.
Berdasarkan hukum internasional, tindakan keji semacam itu merupakan bentuk nyata kejahatan perang. Apalagi PBB saat itu tidak memberikan ijin serangan. Dengan demikian invasi AS dan sekutunya ke Irak merupakan pelanggaran nyata terhadap Piagam PBB dan para pelanggarnya harus diseret ke mahkamah internasional. Sialnya, upaya mendudukkan Bush di kursi pesakitan mahkamah internasional sepertinya bakal menemui hambatan serius terlebih dengan kuatnya pengaruh AS di kalangan lembaga-lembaga internasional. Meski demikian, di mata masyarakat dunia, Bush tetap dianggap sebagai penjahat perang yang telah menyeret dunia menuju ketidakamanan selama 8 tahun pemerintahannya. (IRIB/LV)
0 komentar:
Posting Komentar